Dolar Amerika Serikat (AS) menguat hari Jumat setelah tiga hari berturut-turut turun, menyusul buruknya data-data ekonomi di luar AS, menghentikan reli ekuitas setelah meraih kembali cetak rekor. Sebelumnya, dolar turun karena optimisme pasar tentang rencana stimulus fiskal Presiden AS Joe Biden mendorong trader mencari aset berisiko, mendorong penguatan pada mata uang seperti kiwi dan ausie. Namun, trend penurunan terhenti pada hari Jumat, karena sentimen pasar memburuk. Saham global tergelincir dari rekor tertinggi setelah dolar AS stabil. Sementara itu, data ekonomi yang suram turut menekan sentimen risk-on, di mana retail sales Inggris berjuang untuk pulih pada bulan Desember. Aktivitas ekonomi di zona euro menyusut tajam pada Januari karena lockdown telah menghantam industri jasa di blok itu. Namun indeks dolar masih membukukan penurunan mingguan terbesar sejak pertengahan Desember.
Loonie Melemah Karena Memburuknya Sentimen Global
Loonie melemah atas dolar AS hari Jumat, terbebani oleh pembatasan pandemi baru di China, turunnya harga minyak, serta bukti ekonomi Kanada melambat di Desember. Penjualan ritel Kanada melonjak 1,3% pada November, melebihi perkiraan, tetapi data awal untuk Desember menunjukkan penurunan tajam karena pembatasan virus corona baru kembali diberlakukan.
Prospek Stimulus Masih Dukung Emas
Harga emas turun lebih dari 1% pada hari Jumat menyusul aksi jual besar-besaran membebani logam di tengah penguatan dolar AS. Sementara harapan untuk stimulus tambahan dari AS mampu mengangkat emas di jalur kenaikan mingguan pertamanya dalam tiga minggu terakhir. Harga emas spot 0,8% menjadi
$1,855.23 per ounce pada, turun dari level tertinggi dua minggu di Kamis. Dalam sepekan emas naik 1,5%.
Minyak Melemah Setelah Data EIA
Harga minyak melemah pada hari Jumat, terbebani oleh naiknya cadangan minyak mentah AS dan kekhawatiran bahwa pembatasan pandemi baru di China akan mengurangi permintaan bahan bakar di negara importir minyak terbesar dunia tersebut. Di luar perkiraan, cadangan minyak mentah AS secara mengejutkan naik 4,4 juta barel minggu lalu, dibandingkan ekspektasi penurunan 1,2 juta barel. Sementara itu, pulihnya permintaan bahan bakar di China telah mendukung kenaikan pasar tahun lalu, sementara AS dan Eropa masih tertinggal. Namun dukungan tersebut kini mulai memudar karena gelombang baru kasus COVID-19 telah memicu pembatasan baru. Sejak pekan lalu, China telah mulai membatasi pergerakan sekitar 28 juta orang menyusul adanya kematian akibat virus korona pertama di negara tersebut sejak Mei. Pekan lalu, minyak WTI turun 0,2%, sementara Brent naik 0,6%.
Wall Street Variatif, Masih Menguat Selama Sepekan
Wall Street ditutup bervariasi pada akhir perdagangan Jumat, dengan indeks Dow Jones dan S&P 500 melemah terseret kerugian saham Intel dan IBM menyusul hasil kinerja kuartalan, dan memudarnya harapan pembukaan kembali ekonomi secara penuh dalam beberapa bulan mendatang, sementara Nasdaq naik 0,09% . Namun dalam sepekan, S&P naik 1,94%, Dow Jones naik 0,59% dan Nasdaq naik 4,19%.
Fokus Minggu ini : PDB AS, FOMC Meeting & Pidato Lagarde
Serangkaian event, serta data ekonomi akan kembali meramaikan pergerakan pasar keuangan di minggu ini. Beberapa data ekonomi penting yang akan dirilis diantaranya inflasi Australia. Kemudian ada data PDB di beberapa negara, seperti Jerman, Spanyol, Perancis dan juga AS. The Fed juga akan menggelar rapatnya regularnya dan ada pula pidato ketua ECB Christine Lagarde di awal minggu.